Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Imam Hanafi sedang
berjalan dan melihat seorang anak kecil yang sedang berjalan dengan menggunakan
terompah kayu
Sambil melihat anak kecil itu sang Imam besar berujar,
”Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai engkau tergelincir,”.
Sang tersebut tersenyum, sambil mengucapkan terima kasih.
Setelah itu sang bocah kecil tersebut bertanya kepada Imam Hanafi, “Maaf Tuan,
Bolehkah saya tahu namamu?”
”Nu’man,” jawab Imam Hanafi. Perlu diketahui bahwa nama asli
Imam Ibnu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit.
”Oh, jadi Tuanlah yang selama ini terkenal dengan gelar
Al-Imam Al-A‘dham, imam agung itu?”
jawab bocah kecil itu bertanya kembali kepada Imam Abu,Hanifah.
”Bukan aku yang menyematkan gelar itu Nak, melainkan
masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku,” Jawab
Imam Hanafi.
“Wahai sang Imam, hati-hati dengan gelarmu itu. Jangan sampai
Tuan tergelincir ke neraka Allah gara-gara gelar. Terompah kayuku ini mungkin
hanya akan menggelincirkanku di dunia ini semata. Tapi gelarmu itu dapat
menjerumuskanmu ke kubangan api neraka yang kekal selama-lamanya, jika
kesombongan dan keangkuhan menyertainya,” ujar sang bocah kecil yang memakai
terompah kayu tersebut.
Mendengar jawaban anak kecil itu, Imam Hanafi pun tertegun
sejenak lalu kemudian menangis. Beliau merasa bersyukur bahwa masih ada yang
mengingatkannya. Bahkan tidak disangka-sangka peringatan itu datang dari lidah
seorang anak kecil yang masih polos.
Beliau tidak memarahi bocah kecil tersebut bahkan dengan kerendahan
hatinya mengucapkan terimakasih dan bersyukur atas peristiwa di hari itu.
Dilain kesempatan Imam Abu Hanifah pernah mengisahkan bahwa
dirinya telah belajar lima masalah perihal ibadah haji dari seorang tukang
cukur.
Alkisah, setelah Imam Abu Hanifah menyelesaikan manasik hari,
ia pergi ke tukang cukur untuk mencukur rambutnya.
Imam Abu Hanifah bertanya kepada tukang cukur, “Berapa ongkos
mencukur rambut ?”
Tukang cukur itu menjawab, “Ini adalah ibadah dan ibadah
tidak mensyaratkan apa pun. Duduklah!”
Maka Imam Abu Hanifah duduk dengan membelakangi kiblat.
Tukang cukur berkata,
“Hadapkan wajahmu ke arah kiblat!” maka Imam Abu Hanifah mengubah posisi
duduknya.
Kemudian Abu Hanifahmemberikan kepala sebelah kiri untuk
dicukur terlebih dahulu. Maka tukang cukur itu kembali berkata, “Putar kepalamu
ke arah kanan.”
Maka Abu Hanifah pun memutar kepala ke arah kanan. Dia
langsung mencukur rambutnya dan Imam Abu Hanifah diam saja. lagi-lagi tukang
cukur itu berkata lagi, “Bacalah takbir!”
Imam Abu Hanifah pun terus membaca takbir sampai tukang cukur
itu menyelesaikan tugasnya.
Ketika Imam Abu Hanifah berdiri untuk pergi, tukang cukur itu
bertanya, “Mau ke mana?”
Imam Ibu Hanifah menjawab, “Aku ingin meneruskan
perjalananku”
Dia berkata, “Shalatlah dua raka’at dulu, setelah itu
pergilah”
Imam Abu Hanifah sangat terkejut dengan perkataan tukang
cukur, kemudian dia bertanya, ”Dari mana kamu belajar semua ini ?”
Tukang cukur itu menjawab, “Aku pernah melihat ‘Atha’ bin Abi
Rabbah melakukan ini”
Perlu diketahui ‘Atha bin Abi Rabbah adalah seorang ulama di
mekah yang terkenal dengan ilmunya yang luas dan kewaro’annya.
Dari kisah sang Imam tersebut, kita bisa mengambil pelajaran
berharga.
Pelajaran yang pertama, hendaknya kita memiliki kerendahan
hati sebagaimana Imam Abu Hanifah yang bisa menerima dengan senang hati
nasihat, bahkan dari anak kecil dan tukang cukur.
Pelajaran yang kedua, kita bisa mendapatkan pelajaran dari
manapun dan dari siapa pun, selama itu kebaikan maka terimalah. Jangan lihat
siapa yang mengatakan, tapi lihatlah apa yang dikatakan.
Akhir kata, semoga bermanfaat
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh
No comments:
Post a Comment