Ada sebagian
muslim yang mengharamkan cerita fiksi semacam novel atau cerpen karena
mengandung kebohongan yang dilarang.
Sebagaimana kita
tahu bahwa karya fiksi adalah karya rekaan atau fiktif alias bukan kisah nyata.
So, benarkah karya fiksi itu haram? Artikel ini akan mencoba menjawabnya secara
jelas dan gamblang.
Sob, terdapat hadirs shahih dari Rasulullah sholallahu
alaihi wa salam, beliau bersabda,” Sampaikanlah cerita-cerita yang berasal dari
Bani israil dan itu tidaklah mengapa.” (HR Ahmad, Abu Daud dll).
Dalam
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah terdapat tambahan, “Karena sesungguhnya dalam
cerita-cerita Bani Israil terkandung cerita-cerita yang menarik”. Tambahan Ibnu
Abi Syaibah ini dinilai sahih oleh Al Albani.
Para ulama mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan
bolehnya mendengarkan cerita-cerita Bani Israil atau cerita israiliyat yang
menarik sekedar untuk hiburan, bukan untuk berdalil atau beramal dengan isi
kandungan kisah tersebut.
Hadits di atas dijadikan dalil oleh sebagian ulama untuk
menunjukkan bolehnya mendengarkan cerita-cerita yang unik dan menarik dengan
tujuan hiburan. Akan tetapi dengan catatan diketahui oleh pendengar/pembacanya,
bahwa cerita tersebut adalah cerita rekaan.
Jika cerita tersebut sudah dimaklumi sebagai cerita
fiktif, maka boleh diceritakan dengan syarat dibawakan sebagai permisalan.
Kita bisa temukan cerita-cerita fiksi semacam novel atau
cerpen yang tidak jauh dari kehidupan sosial dan kegiatan sehari-hari yang
mengandung hikmah. Tentunya ada juga penulis yang menulis kisah bersadarkan
realita sosial yang dia lihat dan dia alami.
Selain itu, tidak sedikit kisah fiksi yang menanamkan
nilai-nilai moral dari kisah yang dibawakan. Ada pesan yang tersirat untuk para
pembaca.
Tentunya hal ini bisa dikategorikan sebagai permisalan,
karena mengangkat realita sosial atau kritik sosial lewat jalan cerita. Contohnya,
saya pernah membaca cerpen tentang pembagian BLT yang tidak merata di majalah
Annida berjudul “Hajah BLT”. Cerita tersebut menceritakan tentang adanya kasus
yang menerima BLT (bantuan langsung tunai) –bantuan yang diberikan semasa
pemerintahan presiden SBY-bukan orang-orang miskin, melainkan orang yang
tergolong kaya. Bahkan hajah.
Bagi saya, ini sangat bagus untuk menyampaikan pesan dan
realita sosial.
Begitu juga novel-novel yang mengedepankan sisi kehidupan
yang islami dengan karakter yang shaleh semacam novel Ayat-ayat cinta dan
sejenisnya.
Kesimpulannya, diperbolehkan menulis fiksi dengan syarat;
Pertama, semua orang yang membacanya menyadari bahwa cerita
tersebut hanyalah fiksi.
Saya kira semua orang akan faham bahwa yang dimaksud
novel atau cerpen itu karya fiksi. Beda kasus jika ada orang yang menulis novel
dengan embel-embel “based on true story” di cover depan. Jelas ini penipuan
yang diharamkan.
Kedua, maksud dari tulisan cerita itu adalah dengan niat
yang baik semisal menanamkan akhlak-akhlak yang mulia, atau sebagai kritik
sosial. Atau dengan tujuan sekedar membuat permisalan dalam proses belajar
mengajar.
Jadi, tidak ada alasan untuk bilang haram terhadap fiksi
islami.
No comments:
Post a Comment