27 Apr 2017

Toni Hanyut di Sungai

Husni dan ujang Nandi merasa senang dengan kedatangan Toni dari kota. Toni adalah cucu dari Bik Enah, tetangga Husni. Toni datang ke desa dalam rangka mengisi liburan semester kedua. Sudah dua tahun Toni tidak berkunjung ke kampung.

Sejak hari pertama kedatangan Toni, Husni dan teman-temannya selalu datang ke rumah Bik Enah. Bertanya tentang berbagai hal yang bisa Toni ceritakan.
Siang itu, Husni dan teman-temannya berencana untuk mengajak Toni bermain sepakbola dan berenang di sungai Cisadane.

Toni menyanggupi untuk ikut bermain sepakbola. Akhirnya mereka semua beriringan menuju tanah sawah yang dua minggu yang lalu sudah dipanen. Di situlah biasanya anak-anak bermain bola. Gawangnya dibuat dari bilah bambu yang ditancapkan di setiap ujung petak sawah.

Toni terkejut, ia kira mereka akan bermain sepakbola di lapangan bola.
“Aku tidak jadi ikut.”ujar Toni tiba-tiba. Wajahnya cemberut.

“Kenapa? Seru lo.”kata Jang Nandi sembari tersenyum. Giginya yang hitam dan kecil jadi kelihatan.

“Aku tidak ikut. Takut gatel-gatel. Masa sih aku harus berguling-guling di tanah becek!”ujar Toni kemudian.”Silakan saja kalau kalian ingin main. Aku tidak terbiasa bermain lumpur.”

Husni dan teman-temannya menjadi kecewa karena Toni tidak jadi ikut. Padahal dua tim sudah pas jika Toni ikut permainan. Akhirnya Nandi mengalah menjadi wasit sehingga pemain di kedua tim berimbang. Masing-masing lima orang.
Sepanjang permainan Toni hanya termangu dan menggerutu.

Setelah permainan usai, mereka berencana untuk berenang di kali Cisadane yang deras airnya. Maklum, semalaman hujan deras, jadi air dari hulu sungai mengalir deras. Bahkan membanjiri sawah-sawah yang berada di sepanjang tepian sungai.

“Airnya deras lho. Bagaimana kalau kita membuat rakit-rakitan dari gedebong pisang.”seru Sarli mengalahkan suara air yang semakin keras terdengar. Sungai tinggal lima meter di hadapan mereka. Mereka menuruni jalan setapak untuk sampai di sungai tersebut.

“Aku tidak takut. Sudah tiga tahun aku ikut kursus berenang. Jadi tidak mungkin aku hanyut.” Seru Toni membanggakan diri.

“Waah, kalau begitu nanti kamu bisa ajari kami teknik berenang di sungai ya.”pinta Sarli dengan semangat.”Memangnya teknik berenang itu ada berapa?”
Toni tersenyum,”Banyak. Nanti akan aku tunjukan di sungai kepada kalian.”
Mereka sudah sampai di tepian sungai Cisadane. Benar saja, airnya meluap sampai ke pinggiran. Tanpa pikir panjang lagi, mereka semua langsung melepas baju mereka dan terjun ke dalam sungai yang deras.

“Aku akan memotong tiga batang gedebong pisang untuk rakit-rakitan!” seru Husni dan segera berlari menuju tiga rumpun pohon pisang yang tumbuh tak jauh dari sungai.  Kemudian mengeluarkan golok dari serangkanya dan menebas ketiga gedebong pisang tersebut.

Sementara Sarli yang belum terjun ke dalam sungai mengambil tiga batang bambu kecil. Kemudian meruncingkan ujungnya. Setelah itu, ketiga gedebong pisang tersebut disatukan dengan menancapkan dua bambu itu hingga ketiga gedebong itu menyatu.

“Ayo Toni, bantu kami mengangkatnya ke pinggir sungai.” Seru Husni kepada Toni yang dari tadi hanya termangu.

Mereka bertiga mengangkutnya bersama-sama ke tepian sungai.

Pada saat itu, mereka melihat Dede, Nandi dan kelima teman mereka yang lainnya berpegangan ke akar-akar pohon loa yang menyembul di tepian sungai. Bahkan Nandi berpegangan dengan kuat pada satu batang pohon yang menyembul dari batu.

“Kalian kenapa?”Tanya Husni.

“Airnya deras sekali.”jawab Nandi.”Bahkan aku tadi sempat hanyut hingga ke hilir. Beruntung bisa berpegangan.”

Yang lain mengiyakan dengan menganggukan kepala.

“Kalau begitu, jangan berenang langsung. Kalian harus pakai gedebong pisang. Kita menyusuri sungai sampai hilir.”

“Ini tidak seberapa.”seru Toni.”Saya akan ajarkan cara berenang di air yang berarus.”

“Jangan Toni, airnya deras!”larang Sarli. Ia khawatir melihat Toni yang sudah bersiap-siap terjun.

“Tenang saja, aku biasa berenang di kolam renang yang berombak.”jawab Toni mantap. Dan beberapa saat kemudian dia sudah bersalto dan terjun ke dalam sungai.

teman-temannya menunggu. Tapi Toni tak muncul ke permukaan sehingga membuat mereka menjadi panic. Beberapa saat kemudian mereka melihat Toni menyembulkan kepalanya beberapa meter di arah hilir.

“TOLOONG!”Toni sempat berteriak minta tolong sebelum kembali tenggelam. Kepalanya timbul tenggelam beberapa saat.

Tak mau menunggu lama, Husni langsung terjun untuk menolong Toni, sementara Sarli dan Nandi melepaskan pegangan dari akar pohon dan menyusul kea rah hilir.

Beberapa menit kemudian, Husni bisa mengejar Toni yang hanyut dibawa arus sungai.

“CEPAT MENEPI! LIMA METER LAGI ADA SURUPAN (pusaran air yang masuk ke dalam tanah)!!”Supendi memperingatkan dari tepi sungai.

Husni segera meraih kaki Toni dan menyeretnya, beberapa detik kemudian dia bisa menemukan tangannya dan meraihnya.”Pegang pundakku Toni.”

Toni menggigil dan memegang pundak Husni. Sementara Supendi mengulurkan satu batang kayu untuk dijadikan pegangan.

Melihat Toni sudah aman, Nandi dan Sarli segera menepi. Yang lainnya langsung menuju ke lokasi dimana Toni berada. Mereka tanpak khawatir melihat kondisi Toni.

Toni terbatuk beberapa saat dan memuntahkan air yang tertelan. Bibirnya pucat dan mengigil kedinginan. Tanpa banyak Tanya, Nandi langsung memapahnya.”Ayo teman-teman, kita pulang.”

Yang lainnya mengangguk dan berjalan beriringan. Acara berenang mereka batal. Begitu pun dengan rencana main rakit-rakitan dengan gedebog pisang. Padahal Husni sudah menebang tiga pohon pisang dan membuatnya.
“Maafkan aku teman-teman.” Kata Toni menyesal.

“Tak jadi soal, yang penting kamu selamat.”Timpal Sarli.


Diam-diam Toni malu. Dia sempat meremehkan teman-temannya dan mengatakan dirinya jago renang. Mungkin ini pelajaran supaya dia tidak bersikap sombong dan meremehkan teman-temannya di kampung.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment