Husni dan ujang Nandi merasa senang dengan kedatangan Toni
dari kota. Toni adalah cucu dari Bik Enah, tetangga Husni. Toni datang ke desa
dalam rangka mengisi liburan semester kedua. Sudah dua tahun Toni tidak
berkunjung ke kampung.
Sejak hari pertama kedatangan Toni, Husni dan teman-temannya
selalu datang ke rumah Bik Enah. Bertanya tentang berbagai hal yang bisa Toni
ceritakan.
Siang itu, Husni dan teman-temannya berencana untuk mengajak
Toni bermain sepakbola dan berenang di sungai Cisadane.
Toni menyanggupi untuk ikut bermain sepakbola. Akhirnya mereka
semua beriringan menuju tanah sawah yang dua minggu yang lalu sudah dipanen. Di
situlah biasanya anak-anak bermain bola. Gawangnya dibuat dari bilah bambu yang
ditancapkan di setiap ujung petak sawah.
Toni terkejut, ia kira mereka akan bermain sepakbola di
lapangan bola.
“Aku tidak jadi ikut.”ujar Toni tiba-tiba. Wajahnya cemberut.
“Kenapa? Seru lo.”kata Jang Nandi sembari tersenyum. Giginya
yang hitam dan kecil jadi kelihatan.
“Aku tidak ikut. Takut gatel-gatel. Masa sih aku harus
berguling-guling di tanah becek!”ujar Toni kemudian.”Silakan saja kalau kalian
ingin main. Aku tidak terbiasa bermain lumpur.”
Husni dan teman-temannya menjadi kecewa karena Toni tidak
jadi ikut. Padahal dua tim sudah pas jika Toni ikut permainan. Akhirnya Nandi
mengalah menjadi wasit sehingga pemain di kedua tim berimbang. Masing-masing
lima orang.
Sepanjang permainan Toni hanya termangu dan menggerutu.
Setelah permainan usai, mereka berencana untuk berenang di
kali Cisadane yang deras airnya. Maklum, semalaman hujan deras, jadi air dari
hulu sungai mengalir deras. Bahkan membanjiri sawah-sawah yang berada di
sepanjang tepian sungai.
“Airnya deras lho. Bagaimana kalau kita membuat
rakit-rakitan dari gedebong pisang.”seru Sarli mengalahkan suara air yang
semakin keras terdengar. Sungai tinggal lima meter di hadapan mereka. Mereka menuruni
jalan setapak untuk sampai di sungai tersebut.
“Aku tidak takut. Sudah tiga tahun aku ikut kursus berenang.
Jadi tidak mungkin aku hanyut.” Seru Toni membanggakan diri.
“Waah, kalau begitu nanti kamu bisa ajari kami teknik
berenang di sungai ya.”pinta Sarli dengan semangat.”Memangnya teknik berenang
itu ada berapa?”
Toni tersenyum,”Banyak. Nanti akan aku tunjukan di sungai
kepada kalian.”
Mereka sudah sampai di tepian sungai Cisadane. Benar saja,
airnya meluap sampai ke pinggiran. Tanpa pikir panjang lagi, mereka semua
langsung melepas baju mereka dan terjun ke dalam sungai yang deras.
“Aku akan memotong tiga batang gedebong pisang untuk
rakit-rakitan!” seru Husni dan segera berlari menuju tiga rumpun pohon pisang
yang tumbuh tak jauh dari sungai. Kemudian
mengeluarkan golok dari serangkanya dan menebas ketiga gedebong pisang
tersebut.
Sementara Sarli yang belum terjun ke dalam sungai mengambil
tiga batang bambu kecil. Kemudian meruncingkan ujungnya. Setelah itu, ketiga
gedebong pisang tersebut disatukan dengan menancapkan dua bambu itu hingga
ketiga gedebong itu menyatu.
“Ayo Toni, bantu kami mengangkatnya ke pinggir sungai.” Seru
Husni kepada Toni yang dari tadi hanya termangu.
Mereka bertiga mengangkutnya bersama-sama ke tepian sungai.
Pada saat itu, mereka melihat Dede, Nandi dan kelima teman
mereka yang lainnya berpegangan ke akar-akar pohon loa yang menyembul di tepian
sungai. Bahkan Nandi berpegangan dengan kuat pada satu batang pohon yang
menyembul dari batu.
“Kalian kenapa?”Tanya Husni.
“Airnya deras sekali.”jawab Nandi.”Bahkan aku tadi sempat
hanyut hingga ke hilir. Beruntung bisa berpegangan.”
Yang lain mengiyakan dengan menganggukan kepala.
“Kalau begitu, jangan berenang langsung. Kalian harus pakai
gedebong pisang. Kita menyusuri sungai sampai hilir.”
“Ini tidak seberapa.”seru Toni.”Saya akan ajarkan cara
berenang di air yang berarus.”
“Jangan Toni, airnya deras!”larang Sarli. Ia khawatir
melihat Toni yang sudah bersiap-siap terjun.
“Tenang saja, aku biasa berenang di kolam renang yang
berombak.”jawab Toni mantap. Dan beberapa saat kemudian dia sudah bersalto dan
terjun ke dalam sungai.
teman-temannya menunggu. Tapi Toni tak muncul ke permukaan
sehingga membuat mereka menjadi panic. Beberapa saat kemudian mereka melihat
Toni menyembulkan kepalanya beberapa meter di arah hilir.
“TOLOONG!”Toni sempat berteriak minta tolong sebelum kembali
tenggelam. Kepalanya timbul tenggelam beberapa saat.
Tak mau menunggu lama, Husni langsung terjun untuk menolong
Toni, sementara Sarli dan Nandi melepaskan pegangan dari akar pohon dan
menyusul kea rah hilir.
Beberapa menit kemudian, Husni bisa mengejar Toni yang
hanyut dibawa arus sungai.
“CEPAT MENEPI! LIMA METER LAGI ADA SURUPAN (pusaran air yang masuk ke dalam tanah)!!”Supendi
memperingatkan dari tepi sungai.
Husni segera meraih kaki Toni dan menyeretnya, beberapa
detik kemudian dia bisa menemukan tangannya dan meraihnya.”Pegang pundakku
Toni.”
Toni menggigil dan memegang pundak Husni. Sementara Supendi
mengulurkan satu batang kayu untuk dijadikan pegangan.
Melihat Toni sudah aman, Nandi dan Sarli segera menepi. Yang
lainnya langsung menuju ke lokasi dimana Toni berada. Mereka tanpak khawatir
melihat kondisi Toni.
Toni terbatuk beberapa saat dan memuntahkan air yang
tertelan. Bibirnya pucat dan mengigil kedinginan. Tanpa banyak Tanya, Nandi
langsung memapahnya.”Ayo teman-teman, kita pulang.”
Yang lainnya mengangguk dan berjalan beriringan. Acara berenang
mereka batal. Begitu pun dengan rencana main rakit-rakitan dengan gedebog
pisang. Padahal Husni sudah menebang tiga pohon pisang dan membuatnya.
“Maafkan aku teman-teman.” Kata Toni menyesal.
“Tak jadi soal, yang penting kamu selamat.”Timpal Sarli.
Diam-diam Toni malu. Dia sempat meremehkan teman-temannya
dan mengatakan dirinya jago renang. Mungkin ini pelajaran supaya dia tidak
bersikap sombong dan meremehkan teman-temannya di kampung.
No comments:
Post a Comment