Saat itu aku sedang mengombrol dengan temanku
amal saat lelaki tak tahu sopan santun itu datang dan duduk di hadapan kami
berdua. Franklin. Entah sudah berapa kali aku dibuat kesal olehnya. Ya, kesal
dengan kata-katanya yang rasis dan selalu membuat aku ingin berteriak
sekeras-kerasnya dan menghancurkan otaknya, kalau seandainya aku bisa.
Franklin tersenyum sarkastis kepada kami
berdua. Tatapan matanya mengejek seakan-akan kami adalah makhluk yang
menjijikan baginya.
“apa tidak lebih baik kau pergi dari hadapan
kami dan bermain degan belasan barbiemu?”ujar amal dengan menatap tajam.
Dagunya terangkat tinggi seakan menantang frank. Yeah, kukira dia memang gadis
paling berani yang aku kenal.
Franklin nyengir. Setelah itu terbawa
terbahak-bahak,”whoa...singa betina padang pasir merasa terganggu ya.”
Amal hampir mau menonjok mukanya yang kurang
ajar jika aku tidak segera menahan tangannya. Jika aku biarkan dia menonjok
franklin, tentunya akan mengundang perhatian dari teman-temannya yang lain. Dan
aku kira hal itu akan membuat ejekan mengalir deras kepadaku dan tentu saja
kepada semua teman-teman muslimku.
Aku menghela nafas,”frank, bisakah kau
meninggalkan kami. Apa maumu? Aku kira kau hanya menghabiskan waktumu disini.”
Aku berusaha mengendalikan emosiku.
Frank kembali tersenyum,”oh tidak, aku rasa
aku tidak merasa sia-sia dengan berbicara denganmu, aku hanya_”
“aku tidak butuh ocehanmu!” bentak amal. Aku
merasakan tangannya mulai kembali mengepal.
‘oh yeah, aku kira aku tidak perlu membuat
betina padang pasir ini marah ya. Tapi hanya ingin berbicara bahwa, kalian
tidak seharusnya membuat kampus ini kacau.”
Aku bersitatap dengan amal. Membuat kampus ini
kacau? Maksudnya apa?
“kalian tidak perlu bersikap pura-pura seperti
itu. Aku dan teman-temanku tahu bahwa kalian
berusaha melobi mr. Logan untuk memberi legalitas terhadap organisasi
mahasiswa muslim di sini.”
“apa salahnya? Kau tidak pernah belajar
demokrasi ya. Bukankah itu hal yang wajar.” Kali ini aku tahu dari mana
kejengkelan franklin bermula.
“tidak ada yang salah. Hanya saja, aku merasa
khawatir kalian akan menjadi terorist-terorist militan di sini. Kalian bisa
saja merekrut teman-teman kalian untuk membuat sebuah konspirasi.”
Amal melihat sekeliling ruangan kantin. Yeah,
cukup banyak orang untuk mengumumkan apa yang kami pandang benar. “dengarkan
semuanya, ini benar-benar idiot kan., bagaimana mungkin dia bisa berpikir
seperti itu? Sangat menggelikan.”
Stephany si gadis berambut pirang datang ke
hadapan amal. Gerakan tubuhnya yang melenggak lenggok membuat aku muak. Si
gadis sok berkuasa dan sok kaya itu selalu membuat ulah jika mulai menggerakan
kedua bibirnya.
“oh amal sayang, franklin tidak salah dengan
apa yang dia katakan. Gedung WTC hancur akibat ulah orang-orang seperti kalian.
Dan tentara-tentara amerika mati di padang pasir akibat ulah paman-paman
kalian.”
“tutup mulutmu jalang!”seru amal.”sebelum aku
robek mulut jalangmu itu!”
Stephany tertawa ringan,”dan aku berharap
kalian para perempuan tidak menyimpan bom di taplak meja payah yang kalian
jadikan penutup rambut kalian.”
Sebelum stephany melanjutkan bicaranya, dia
dikejutkan oleh amal yang segera menghampirinya dan menampar mulutnya.
Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mereka berdua kini sedang saling jambak dan saling menyumpah satu sama lain.
Persis seperti anak sekolah dasar yang memperebutkan permen. Hatiku kacau. Amal
memang susah mengendalikan dirinya.
Aku menatap franklin tajam,”ini semua
gara-gara kamu.”
Franklin mengangkat bahunya dan berlalu
sembari bersiul payah.
******
Saat itu aku sedang berada di rumah paman adil
dan bibi malak. Aku sudah berjanji untuk membantu bibi malak membuat kue dan
donat di rumahnya. Nanti siang, keluarga mereka akan kedatangan tamu dari
bahrain. Tentunya tamu relasi bisnis paman adil di negara asalnya itu. Oleh
karena itu, sejak subuh tadi, paman adil sudah pergi untuk mempersiapkan acara
nanti malam di rumahnya.
“aku harap ayah dan ibumu akan datang nanti
malam.”ujar bibi malak. Sementara tangannya masih bergulat dengan adonan. Aku
memberinya beberapa butir telur yang ia minta.
“aku kira mereka tidak akan bisa datang. Ayah
dan ibu sudah ada janji dengan pasien mereka.” Jawabku.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara benturan
yang sangat keras dari luar rumah. Suara itu berasal dari arah jalan di depan
rumah.
“apa kau mendengarnya?”tanya bibi malak.
Aku mengangguk.
Tiba-tiba nabila muncul dari ambang pintu
dengan nafas terengah-engah.”mommy! ada ferari menabrak pohon di depan!”
serunya panik.
Aku dan bibi malak bersitatap dan serta merta
berlari keluar. Benar apa yang dikatakan nabila. Ada sebuah mobil verari warna
merah metalik menabrak pohon ek dipiggir jalan.
“ayesha! Ayo kita tolong mereka. Aku harap
tidak ada korban jiwa.!” Seru bibi malak dan berlari menuju jalan tanpa
mempedulikan diriku yang bengong. Aku segera mengejarnya.
Mobil itu tampak tidak terlalu rusak parah.
Hanya bemper depan yang tampak penyok akibat menabrak batang pohon ek yang
sekeras batu.
Bibi malak mengangguk padaku. Aku segera
menghampiri pintu mobil. Namun, sebelum aku membuka pintunya, pintu itu sudah
terdorong dari dalam. Seorang gadis cantik dengan mata biru keluar dengan
tangan dan dahi yang berdarah. Dia tampak shock.”tolong ayahku di dalam.”
Katanya lirih.
Aku segera menuju kursi kemudi. Di sana ada
seorang lelaki paruh baya yang terengah-engah sembari memegang dadanya. Aku dan
bibi amal segera melepaskan sabuk pengaman dan mengeluarkannya. Kemudian
mendudukkannya di rumput.
“cepat hubungi rumah sakit!” perintah bibi
amal. Tampa menunggu lama, aku segera menelpon pihak rumah sakit. Kalau
seandainya paman adil ada di rumah, tentunya mereka berdua akan segera kami
bawa ke rumah sakit dengan mobil kami.
“oke, semuanya baik-baik saja. Dalam sepuluh
menit lagi mobil ambulan akan segera datang.” Aku mencoba menenangkan mereka
berdua. Aku melihat gadis itu terisak menangis dan menghampiri lelaki paruh
baya.”ayahku terkena serangan jantung mendadak ketika dia mengemudi.”
Lelaki paruh baya itu tanpak semakin
menderita. Nafasnya semakin terengah-engah dan tampak hampir mau pingsan.
Sementara dahinya penuh dengan darah. Gadis itu terus terisak-isak hingga mobil
ambulan datang beberapa menit kemudian.
“ya allah...”ujarku lirih.
Terpaksa aku dan bibi malak harus menghentikan
kegiatan kami di dapur. Kami berdua mengantar kedua orang malang itu ke rumah
sakit.
“siapa namamu.”tanyaku kepada gadis itu. Aku
ulurkan tangannya mengajak berjabat tangan.
“hermione.”jawabnya dan menatap canggung.
“malak.”bibiku mengulurkan tangannya dan gadis
itu menyambut tangan bibi malak dan tersenyum lebar.
Beberapa saat kemudian gadis itu menelpon
seseorang. Mungkin dia mengabari keluarganya tentang kecelakaan dan kondisi
ayahnya.
“kau menghubungi keluargamu?”tanyaku lagi.
Hanya untuk memecahkan keheningan.
“aku menghubungi kakak lelakiku. Aku tidak
memiliki keluarga yang lengkap. Ibumu meninggal dua tahun yang lalu karena
kanker payudara. Semenjak saat itu aku hanya memiliki ayah dan kakak lelakiku.
Sayangnya kakaku kacau hidupnya. Sejak ibu meninggal, dia sering mabuk-mabukan
dan kuliahnya tidak dia pedulikan.”
Gadis itu tampaknya butuh orang untuk
mencurahkan segala kepedihannya. Dia menyeka butir-butir air mata dari pelupuk
matanya.
“bulan yang lalu, ayahku mempunyai keluhan
serangan sakit di bagian ulu hati dan dada secara mendadak. Dan setelah
memerikasakan ke dokter, dia divonis terjangkit serangan jantung. Dia diberi
obat rutin untuk dia konsumsi. Tapi tadi pagi kami berangkat terburu-buru untuk
membereskan urusan kakak lelakiku di kantor polisi. Dia lupa meminum obat higga
serangan jantung itu dia rasakan saat mengemudi. Dan seperti yang kalian tahu,
kecelakaan itu terjadi. Andai aku bisa mengemudi, tentu ayah tidak perlu
mengemudi. Aku menyesal.”
Aku hanya terdiam dan mencoba merasakan
kepedihan hermione.
“tadi kau bilang kakakmu di kantor polisi.”
Wajah hermione kembali dirundung duka.”kakakku
tertangkap mengedarkan narkoba di sesama temannya. Dia ditangkap dengan satu
paket ganja dan mariyuana di rumah temannya. Kakakku memang kurang ajar, aku menyesal
memiliki kakak seperti dia. Namanya Franklin, dia tak patut menjadi kakakku.”
Jantungku seakan berhenti berdetak. Franklin?
Mudah-mudahan bukan franklin yang selama ini aku kenal selalu membuat aku dan
amal jengkel. Oh, tapi apa urusanku tentang hal itu? Bukankah lebih baik frank
dipenjara sehingga dia aman dari lidahnya yang jahat?
****
Tak terasa kami sudah berada di rumah sakit.
Ayah hermione segera di bawa ke unit gawat darurat. Sementara kami bertiga
menunggu di luar.
“hermione, mungkin kami tidak bisa menunggu
lama di sini. Kami sangat menyesal tidak bisa menemanimu, ada tamu yang akan
segera datang ke rumah kami.”kata bibi malak sembari memeluk hermione.”jika ada
kesempatan aku akan senang mengunjungi rumahmu.”
Bibi malak melepaskan pelukannya,”dan ini
kartu namaku. Jika kau ingin berkunjung ke rumahku, pintu rumahku selalu
terbuka untukmu.”
Mata hermione berkaca-kaca.”aku tidak
menyangka kalian sebaik itu.”ujarnya lirih.”banyak orang mengatakan muslim itu
kejam. Tapi aku rasa mereka keliru. Termasuk kakakku yang kurang ajar itu.”
Nafasku seakan berhenti seketika. Benarkah
kakaknya hermione membenci muslim? Bukankah dia franklin?
Belum sempat aku berpikir tiba-tiba datang
seorang lelaki dengan potongan rambut cepak dan berperawakan tinggi menghampiri
hermione dan memeluknya
Aku terkejut ketika melihatnya. Benar! Dia
memang franklin yang selama ini selalu menggangguku dan teman-teman muslimku.
Franklin masih memeluk hermione dan
berbisik,”maafkan aku hermione.”
“kau sakit frank! Kau sakit! Kau harus
berjanji padaku untuk berhenti memakai mariyuana.”
Franklin hanya diam dan mengangguk lemah.
Hermione melepas pelukannya.”kau harus berterima kasih mepada mereka berdua.”
Ujarnya sembari menunjuk aku dan bibi malak.
Franklin mengangkat kedua alisnya dan bisa
kutebak dia terkejut bukan kepalang ketika melihat aku berdiri tak jauh
darinya.
“ayesha dan malak sudah menolong kami dan
mengantar ayah ke sini.”lanjut hermione.
Franklin menghela nafas. Dia tampak malu
ketika menatapku dan menundukan kepalanya. Kemudian menatap hermione,”bisa kau
tunjukan dimana ayah.”
Hermione menunjuk ruangan diaman ayahnya
berada dan franklin hendak beranjak dari hadapan kami. Tapi dia sempat menatap
aku dan berkata datar,”terimakasih.”
Dan dia berlalu pergi.
Hermione tersenyum lebar,”aku janji akan
mengunjungi rumahmu di lain waktu. Dan aku juga berharap kalian bisa
mengunjungiku.”
“Tentu.” Ujar kami hampir bersamaan. Dan hermione berlalu dari hadapan
kami menyusul franklin.
“Ayo kita lanjutkan,”seru bibi malak.”aku harap adonannya tidak kering.
Ah! Aku menyesal tidak mengajari nabila membuat kue sejak dulu.”
No comments:
Post a Comment