14 Aug 2016

PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Tak ada kata yang patut untuk pertama kali diucapkan selain rasa syukur ke hadirat Allah swt, yang mana dengan karunia-Nya saya bisa merampungkan paper berjudul “ Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Islam.”
Salawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada pemimpin ummat yang penuh cinta, yang membawa revolusi kehidupan kita dari kejahiliyahan kepada zaman izzatul islam, Nabi Muhammad saw. Tak lupa kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin tabi’at dan kepada ummatnya yang taat sampai akhir zaman, semoga kita termasuk di dalamnya.
Islam adalah agama yang paripurna/kaaffah. Islam mengatur semua hal dari yang terkecil hingga yang terbesar. Tidak ada satu hal pun yaang luput dari perhatian islam, termasuk masalah lingkungan hidup yang akhir-akhir ini menjadi perhatian kalangan ilmuwan dunia. Kita semua tahu bahwa planet kita berada dalam taraf yang mengkhawatirkan dengan isu global warming yang bergulir sejak beberapa tahun yaang lalu. Pemanasan global adalah satu diantara beberapaa masalah lingkungan hidup yang patut menjadi perhatian kita bersama. Adapun Latar belakang ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian akhir semester mata kuliah Dirosah Islamiyah

Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan karena dianugerahi akal pikiran oleh Allah swt. Manusia juga dipilih oleh-Nya untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah disini dalam arti sebagai makhluk yang diamanahi untuk mengurus dunia dan menegakan kebenaran di atasnya.

Allah sebagai Pencipta telah menurunkan aturan main untuk kehidupan manusia yaitu alquran yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw beserta sunnah yang ditinggalkan untuk ummat akhir zaman. Di dalam alquran itulah kita bisa menemukan beberapa ayat yang menyiggung tentang peran manusia sebagai khilafah yang dipilih allah. Disana juga kita bisa mengetahui bahwa kerusakan yang terjadi di dunia ini karena ulah tangan-tangan jahil dari makhluk bergelar “khilafah” tersebut. Tentunya hal ini patut menjadi perhatian kita bersama.

Di sini penulis akan membahas tentang bagaimana peranan manusia dalam melestarikan lingkungan hidup dari sudut pandang islam. Yang mana, jika kita telisik lebih dalam ternyata islam sangat memperhatikan masalah ini. Ada banyak kita temukan ayat dan hadits yang menyiratkan akan pentingnya penjagaan kelestarian alam, larangan berbuat kerusakan terhadap alam dan pentingnya menjaga kelestarian tersebut. Ayat dan hadits itu –insya allah akan dipaparkan di bagian pembahasan.

II.           PEMBAHASAN
Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.

Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya. [Ali Imrân/3:108]

Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata.

(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]

Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]

Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata,Telah nampak kerusakan,’ maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas. Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.

Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh (yangartinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah- buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut.
Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib da menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu untuk mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah
penerapan syariat Muhammad Shallallahualaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, “Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota- kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”

Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita.
Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ? Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna
dengan itu, seperti menanam pohon.”

Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda : Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala
sedekah.

Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.

Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam.

Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewat kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.

Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan. Sejumlah orang tua di padang pasir telah
mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah- buahan yang ada sekarang.”[5]

Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda :
Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.[6]
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar. Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena
ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia.
Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir ! Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang !?

Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta.
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, “Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), ‘Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.’ Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih
membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu
dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya.
Kita lebih mulia dari hewan. Coba anda lihat, hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan
Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [al-Hijr/15:19]
Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah
menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata,Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah
(dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai.
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala
sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional
dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya.
Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi.

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba- Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk- makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.
Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.


III.          PENUTUP

Dari paparan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Islam memberikan panduan yang jelas bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Sebab jika tidak, maka rentetan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan dan berbagai bencana alam lainnya akan menjadi
konsekuensinya.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. 30:41).
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah di atas, maka dalam berinteraksi dan mengelola alam serta lingkungan hidup itu, manusia secara umum mengemban tiga amanat dari Allah.
Pertama, al-intifa’ yaitu mengambil manfaat dan mendayagunakan hasil alam dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan kemaslahatan. Kedua, al-i’tibar yaitu manusia dituntut untuk senantiasa memikirkan dan menggali rahasia di balik ciptaan Allah seraya dapat mengambil pelajaran dari berbagai kejadian dan peristiwa alam. Ketiga, al-islah yaitu
manusia diwajibkan untuk terus menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan itu.
Allah SWT telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam perspektif hukum Islam dapat dinyatakan bahwa status hukum pelestarian lingkungan adalah wajib. Dengan demikian, manusia dituntut untuk selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungannya.

Referensi Sumber Tulisan:
1. al-Qur’ân al-Karîm.
2. Umdatut Tafsîr Ibnu Katsîr.
3. Tafsir ath-Thabari.
4. al-Fawâid, Ibnul Qayyim.
5. Shahîh al-Bukhâri.
6. Shahîh Muslim.
7. Riyadhus Shâlihîn, an-Nawawi.
8. Majalah As-Sunnah Edisi 01/ Tahun XIV/1431H/2010M.







Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment