27 May 2016

Cacing Untuk Nek Supinah

Husni mengira bahwa cacing itu hanya berguna ketika hendak memancing ikan. Mengaitkan cacing di ujung mata kail supaya ikan-ikan tergiur dengannya. Tapi ternyata cacing bukan hanya untuk umpan ikan. Hal ini diketahuinya ketika dandi mengajaknya mencari cacing sore itu.
“husni, ayo kita mencari cacing di rumpun pisang belakang rumah dandi.”seru dandi dari arah depan. Saat itu husni sedang asyik menggambar di buku gambarnya.
Husni mendongakan kepala dan didapatinya dandi tengah menjinjing ember berukuran sedang dan sekop di tangan. “kamu mau memancing ikan?”
“bukan. Cacing itu buat nenek supinah jang husni.”jawab dandi. Ia beranjak menghampiri husni dan duduk di sampingnya. “nenek supinah kan kena penyakit tpus. Jadi dia harus makan cacing.”
“lh….jorok. masa makan cacing. Kayak ayam saja!”seru husni dengan menggedikan bahunya tanda jijik.
Dandi tersenyum.”kata bapak, orang yang kena penyakit typus bisa sembuh dengan meminum ramuan cacing.”terang dandi.
Husni membayangkan neneknya dandi menelan cacing itu bulat-bulat layaknya ayam. Ih….menjijikan sekali. Pasti cacing itu melingkar-lingkar di perut nenek supinah dan bisa jadi akan bertahan hidup di ususnya.
“apakah nenek kamu tidak jijik menelan cacing tanah?”
“ya nggak lah jang husni. Cacing itu kan nantinya diblender. Dicampur jerus nipis sama gula aren supaya tidak berasa anyir.”terang dandi dengan antusias.”ayo kita cari cacingnya.”
Karena penasaran, husni bangkit mengikuti dandi menuju arah belakang rumahnya. Dandi menyerahkan sekop kepada husni. “kamu yang menggali. Biar nandi yang mungutin cacing.”
Husni setuju saja. Soalnya dia tidak berani memunguti cacing karena rasa jijiknya terhadap binatang melata berlendir itu. Maka mulailah ia menyekop tanah demi tanah dibawah kakinya. Tanah di bawah rumpun pisang itu lembap dan gembur. Jadi tidak terlalu sulit untuk disekop. Benar saja, banyak cacing-cacing tanah disana. Serta merta menggeliat kesana kemari, merasa terganggu karena tanahnya sudah dibolak balik. Nandi segera mengambil cacing-cacing itu dan mengumpulkannya di ember.
Seteleh beberapa lama, akhirnya mereka mendapatkan cukup banyak cacing.
“ayo kita pulang. Pasti kakek gembira melihat saya membawa banyak cacing buat nenek.”ujar nandi sembari memperlihatkan isi ember yang penuh dengan cacing berwarna merah pucat menggeliat-geliat. Siap untuk dijadikan juice cacing ramuan penyakit typus.
*****
Kakek nandi membersihkan cacing-cacing itu dari kotorannya yang berupa tanah hitam. Kemudian membilasnya hingga bersih. Setelah itu dimasukan ke dalam blender bersama dua butir gula aren, air perasan jeruk nipis dan sedikit daun suji.
“berikan ini kepada nenekmu.”ujar kakek. Tangan keriputnya menyerahkan segelas juice cacing yang berwarna hijau kecoklatan karena campuran daun suji dan gula aren. Mirip juice cincau yang biasa dijual mas udik keliling kampong.
Dengan semangat nandi dan husni membawa juice cacing itu ke kamar nenek. Di dalam kamar nenek supinah tengah berbaring lemah. Nafasnya naik turun dan matanya terpejam. Tanpak sangat lemah sekali.
Nandi menempelkan telunjuknya di bibir.”jang husni, kamu jangan bilang kepada nenek kalau ini jus cacing. Bilang saja ini jus daun suji dicampur ramuan dari mantra desa.”
“lho, nenekmu memangnya belum tahu kakek akan memberinya jus cacing?”
“belum. Kalau diberi tahu, mana mau dia meminumnya.”terang nandi sembari tersenyum lebar. Gigi-giginya yang menghitam tampak semakin kentara terlihat.
Dengan hati-hati nandi meletakan gelas di atas meja.”nek, ini jus ramuan yang kakek janjikan tadi pagi. Diminum ya nek. Supaya cepat sembuh.”
Mata nenek supinah mengerjap dan membuka matanya perlahan.”ramuan dari pak mantra desa nan?”
“iya nek. Jusnya nggak pait kok. Tadi sudah dicampur gula sama daun suji.”
Nenek tersenyum tulus.”terimakasih cucuku sayang.” Ia mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Husni membantu menopang punggunnya yang ringkih, sementara nandi menyodorkan gelas ramuan jus cacing. Nenek meminumnya perlahan-lahan sembari mengerjapkan matanya.
Husni memandang nandi dengan tatapan tak tega. Sementara nandi menatap husni penuh arti.”bagaimana rasanya nek?”
“enak. Nggak pahit. Nggak seperti ramuan biasanya. Bahkan terasa segar di tenggorokan. Besok buatkan nenek ramuan lagi ya, biar nenek cepat sembuh.”
Nandi tersenyum lebar.”siap mencari cacing lagi besok?”Husni terperanjat dan menutup mulut nandi. Tapi itu percuma karena nandi sudah terlanjut keceplosan ngomong.
“APA?!! KAMU MEMBERIKAN NENEK JUS CACING YA. DASAR CUCU PEMBOHONG!”seru nenek supinah bagaikan nenek sihir yang marah melihat anak buahnya yang telah mengkhianatinya. Tanpa piker panjang nenek supinah berlari terantuk-antuk kea rah kamar mandi dan membanting pintunya dengan keras. Sayup-sayup terdengar hoek-hoek dari dalam kamar mandi disertai guyuran air tempayan. Nenek muntah habis-habisan
“percuma kita mencari cacing berjam-jam. Kamu sih, nggak hati-hati bicara!”desis husni merasa tidak senang karena rencana mereka gagal.
“psssttt…jangan bilang ke kakek ya. Cukup nenek saja yang marah. Aku nggak enak kalau dimarahi mereka berdua.”timpal nandi masih dengan senyumnya. Maka berderet kembali gigi hitamnya yang jenaka.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment