10 Jan 2015

Nurani Part 02

TAK  disangka-sangka, rupanya yang dimaksud kejutan oleh  Arti adalah kedatangan Tante Viola dari Jakarta. Tante Viola adalah suami Om Rendi, sepupu bapak dari pihak kakek.
Kenapa dibilang kejutan? Tentu saja ini sebuah kejutan buat Nurani dan adik-adiknya. Ini adalah kedatangan yang pertama setelah Om Rendi meninggal dunia akibat kecelakaan lima tahun silam. Walau tidak sepenuhnya dekat dan akrab, setidaknya, Nurani bisa merasakan kepedulian Tante Viola dengan berkunjung ke kampung untuk menemui sepupunya. Mungkin saja Tante Viola meninggalkan kesibukannya  mengurus butik dan hal-hal lainnya hanya untuk menengok saudara jauhnya itu.
Dan hal lain dari kejutan itu adalah bingkisan-bingkisan yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Baju-baju bermerk yang masih baru, sepatu dan makanan-makanan yang sengaja Tante Vioa,bawa buat mereka bertiga.
Nurani merasa sangat senang melihat binar mata kedua adiknya ketika baju baju baru itu dipakai adiknya.

Malam masih belum larut ketika Nurani terlibat percakapan yang tiada habisnya bersama Tante Viola. Arti dan Dani sudah tertidur pulas setelah makan malam tadi. Mereka kekenyangan menghabiskan dua ikan bakar yang mereka masak sejak sore tadi. Dan ini merupakan salah satu bentuk kebaikan Tante Viola juga. Suatu keberkahan tersendiri karena dengan kedatangannya mereka bisa makan enak. Tante Viola memberi mereka uang untuk membeli bahan-bahan makanan yang enak dan tentunya lauk yang membuat perut mereka merasa dimanjakan setelah sekian lama hanya makan dengan yang itu-itu saja. Apa lagi kalau bukan sambal terasi dan ikan asin.
Tadi pagi Tante memberi mereka sejumlah uang untuk jajan dan membeli ikan mas untuk makan malam mereka. Sorenya, Dani begitu antusias menyalakan arang untuk memanggang ikan.  Sementara Arti menggerus bumbu dapur.

*****
Tante Viola menyalakan rokoknya yang kedua. Dan nurani baru tahu bahwa Tente Viola adalah seorang perokok.
“Jadi kamu selama ini bekerja di sawah Tuan Samsuri sebagai buruh rambet?’ Tanya Tante Viola. Tangannya menarik resleting jaketnya supaya lebih rapat. Udara malam desa memang terasa dingin untuk orang kota seperti dirinya.
“Ya, kalau saya tidak bekerja siapa lagi yang membiayai sekolahnya Dani.” Jawab Nurani. Sementara tangannya sibuk melipat baju-baju jemuran yang sudah kering.
“Ada korek?’ Tanya Tante Viola. Ia mengeluarkan rokok kretek yang ketiga dari bungkusnya. Puntung yagn ia hisap tadi telah padam apinya.
“Ada.”Nurani beranjak  hendak mengambil korek yang dipinta Tantenya.
‘Cape lah bekerja di sawah seharian.”ujar Tante Viola.”kau panas-panasan tiap hari Nur.”
Nurani kembali dan meyerahkan korek kepada tantenya.”Tak jadi masalah. Semenjak keluar SD saya sudah biasa membantu emak untuk menjadi buruh di sawah.
Tante Viola memantik api dan menyalakan rokoknya.”Nggak mencoba jadi TKW seperti gadis-gadis desa yang lainnya? Kan gajinya lumayan tuh.”
“Enggak.”
Kini asap putih kembali membubung dari kedua belah bibirnya yang bergincu tebal.”Kenapa tidak?”
“Yah, saya tidak berani meninggalkan Arti dan Dani. Biar bekerja di kampung saja sekalian mengurus adik-adik.”Tante Viola masih asyik dengan asap rokoknya. Nurani kini beralih pada pekerjaan lainnya. Ia kini mulai menjahit baju Dani yang robek karena tersangkut pagar saat mengejaar layang-layang kemarin sore.
Untuk beberapa saat lamanya mereka kembali terdiam. Serangga malam mulai meningkahi malam yang sudah semakin larut.
Tante Viola tanpak sedang memikirkan sesuatu. Lalu matanya menatap nurani penuh arti,”Bagaimana kalau kamu ikut Tante ke Jakarta.”
Nurani menghentikan jahitannya dan menatap tantenya.”ke Jakarta?”
“Iya. Kamu nanti bekerja di kafe Tante. Dan kalau hari Minggu jualan teh botol dekat monas.”
Nurani terdiam. Ia masih ragu dengan tawaran dari tantenya barusan.
“Gimana? Kamu mau nggak?”
Nurani kembali menatap sangsi.”Kan saya udah bilang tante, saya nggak bisa ninggalin adik-adik. Saya sudah berjanji untuk menjaga mereka di hadapan emak sendiri sebelum kematiannya.”
Tante viola kembali terdiam.
“Mereka masih membutuhkan bimbingan dan perhatian saya Tante.”
 Tante Viola mengangguk dan tersenyum.”Kamu bisa menitipkan mereka di paman Salim kan?”
Nurani tersenyum kecut.”Saya rasa itu bukan tindakan yang bijaksana Tante. Mungkin tante tidak tahu bagaimana kehidupan paman Salim. Mereka sama miskinnya seperti kami. Dengan mengurus tiga anaknya saja paman salim sudah merasa kewalahan. Apalagi nanti jika ditambah dengan dua keponakannya.”
Tante mengangguk paham. “Kamu tidak punya lagi paman selain Salim kan?”tanyanya meyakinkan.
“Tidak. Paman saman satu-satunya adik bapak. Paman dan bibi dari pihak emak di Banjarmasin semua.
“Ya. Tante juga pernah kesana dan bertemu dengan beberapa kerabat emakmu. Sayangnya mereka tak pernah berkunjung ke sini.”Tante Viola melepaskan gumpalan-gumpalan asap putih dari mulutnya. Kemudian ia benamkan puntung ketiganya ke dalam asbak yang dulu biasa digunakan abah membuang abu cerutu. Hmm, apa pun barang yang tersisa di rumah itu selalu membawa kerinduan dan kenangan demi kenangan yang tak pernah tertahankan. Dan kerinduan selalu menyertai kenangan-kenangan itu sendiri. Pun ketika Nurani melihat asbak itu. Matanya kembali berkaca-kaca dan ia bisa melihat bagaimana bapaknya membuang puntung di asbak.
“Kau menangis, ada apa?”
Nurani menghapus butir air mata di sela-sela matanya.”Ah tidak. Saya jadi teringat bapak melihat tante merokok.”
Tante Viola tertawa mendengarnya.
*****
“Nurani kamu jangan terombang-ambing dengan kesedihan. Kamu harus bangkit dari segala penderitaan.”
Nurani terdiam. Hatinya membenarkan apa yang dikatakan tantenya.
“Tante ingin membicarakan sesuat hal kepadamu Nur.” Ia menatap nurani tajam. “dan ini menyangkut masa depan kamu dan adik-adikmu.”
Apa itu?”
Beberapa detik lamanya tante viola terdiam.” Bibi yakin, kamu sebaiknya ikut bibi ke Jakarta. Adapun mengenai Arti dan Dani bisa disiasati.”
Nurani akan berbicara ketika akhirnya tante Viola memotongnya.”Tenang. kamu ke kota bukan hanya pindah tidur dan makan saja. Tapi kerja!”
“Nanti kamu aku gaji perbulannya dan kamu bisa membiayai adikmu sekolah.”
Nurani terdiam.
“Jangan terlalu memikirkan adikmu.”Tante Viola seakan-akan tahu arah pikiran Nurani.
“Paman Salim pasti akan merasa kerepotan Tante.”
“Tak masalah.”potong Tante Viola.”Kamu bisa mengirimi pamanmu uang tiap bulan secara rutin. Tante yakin, pamanmu tidak akan merasa keberatan.”
Dan pada saat itulah Nurani mulai tertarik dengan tawaran tantenya untuk ikut ke Jakarta. Walau tak bisa dipungkiri hatinya masih menyimpan kegamangan. Seumur hidupnya ia tak pernah ke jakarta. Ia tak pernah membayangkan bahwa suatu saat nanti ia kan pergi jauh meninggalkan kampungnya. Jakarta sangatlah jauh untuk ukuran gadis desa seperti dirinya. Nurani masih meraba-raba, seperti apakah kehidupan di Jakarta. Bagaimana orang-orangnya? Apakah jika seandainya ia ikut kemauan tantenya, ia akan betah tinggal disana? Yang Nurani tahu, jakarta adalah kota metropolitan  Ibukota Indonesia.itu saja.
“Bagaimana Nur?”
Nurani tersenyum malu. “Saya masih ragu Tante.”
“Walah nur, kamu teh harus cerdas dalam memilih prioritas. Tante yakin kamu akan lebih baik jika ikut Tante. Kamu bisa bantu Arti untuk bisa ngelanjutin sekolah dari gaji bulananmu.”
“Iya juga sih.”
“Ngomong-ngomong upah ngrambetmu di sawah samsuri berapa?’
Nurani kembali tersipu.”Gak tentu, paling besar dua puluh ribu dalam sehari.”
“Tuh kan. Mendingan kerja di kafe tante. Si Ninon sama si Denok bibi gaji lima puluh ribu dalam sehari.”
Nurani menatap Tante Viola penuh minat.
“Begitu juga kamu. Bibi akan memberimu gaji ;lima puluh ribu setiap harinya.”
Dan sekarang nurani sudah merasa yakin bahwa memang ia harus ikut Tante Viola ke Jakarta. Ia yakin ia akan menjemput nasib baiknya disana dan bisa membuat kedua adiknya tersenyum bahagia. Ah, imajinasinya kini semakin melambung dan menerka-nerka semua tentang kota Jakarta yang sering diceritakan tantenya.
----

Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah Nurani benar-benar di Jakarta? Apa yang dia lakukan dan temui di kota metropolitan itu? Wait n see part selanjutnya ya
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment