13 Jan 2015

HARGAI ANAK DIDIK/BAWAHAN ANDA APA ADANYA




Tidak sedikit orang tua atau guru sebagai pendidk atau bahkan atasan dalam sebuah perusahaan yang bersikap tidak adil terhadap anak atau anak dididk mereka. Maksud tidak adil di sini adalah membeda-bedakan anak mereka sesuai dengan kemampuan atau skill yang mereka punyai.  Atau membedakan mereka berdasar karakter yang cederung mereka miliki. Sikap seperi ini pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak, merugikan orang tua, guru atau atasan itu sendiri dan merugikan anak/anak didik/bawahan mereka.
 Hal ini bisa meruikan sang orang tua atau guru atau atasan karena mereka bisa kehilangan kepercayaan dari segelintir anak atau bawahan yang mereka sisihkan. Mungkin bukan maksud mereka untuk menyisihkan, tapi di mata anak didik/bawahan, tak guru mereka/atasan tak ubahnya menyisihkan eksistensi mereka disbanding rekan-rekannya. Selain itu bisa mencederai integritas orang tua/guru/atasan yang sudah menjadi kewajiban mereka mensuport anak/bawahannya.
Merugikan anak didik/bawahan apabila mereka tidak menerima sikap guru/atasan mereka. Dikhawatirkan dalam hati mereka mengkristal kebencian dan tidak senang. Rasa hormat akan menguap dari hati mereka. Mereka akan menganggap guru/atasan sebagai oran yan tak layak mereka hormati. Bisa saja di hadapan mereka bersikap hormat –baca;pura-pura hormat- tapi secara jujur hatinya mencela dan ngedumel terhadap guru/atasannya. Di belakang mereka membicarakan kejelekan-kejelekan guru dan atasannya.
Oke, saya akan urai satu-satu apa yang menyebabkan seorang pendidik atau atasan dalam sebuah perusahaan membeda-bedakan dalam memperlakukan anak didik/bawahan mereka.
Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi tolok ukur sikap tidak adil di atas. Semoga kita (jika kita sebagai pendidik atau atasan) berhati-hati terjatuh ke dalam sikap yan salah tersebut.
1.       Karena paras dan fisik
Ini sebenarnya masalah klise yang sangat memalukan.  ada saja guru atau atasan yan begitu perhatian atau terkesan mengabaikan terhadap anak didik/bawahan karena factor penampilan fisik atau paras. Biasanya hal ini dipicu karena rasa suka atau ketertarikan secara emosional dari guru/atasan terhadap anak didik/bawahannya.
Tentunya hal ini akan menimbulkan kecemburuan social dan kita harus benar-benar menghindari hal ini terjadi.
2.       Karena kemampuan,skill dan pengetahuan
Factor ini yang biasanya banyak menimpa guru/atasan. Guru/atasan mengutamakan anak didik/bawahan yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata atau punya nilai lebih disbanding teman-temannya. Sebenarnya hal ini wajar dan tidak ada salahnya selama guru/ atasan tersebut punya intensitas komunikasi dan perhatian dengan porsi yang sama antara anak didik/bawahan yang punya skill mumpuni dengan skill biasa-biasa saja. Sudah pasti dalam masalah reward, baik itu nilai/gaji berbeda. Tapi dalam hal sikap dan komunikasi kita diharuskan untuk samarata dan memandang mereka sama. Hal semacam ini bisa berefek buruk bagi anak didik/bawahan. Rasa percaya diri mereka akan berkurang dan akan mengalami krisis secara perlahan.
Sebenarnya perbedaan skill atau kemampuan adalah keniscayaan yang sudah seharusnya kita hargai dan toleransi. Ini tidak terlepas dari beberapa factor yang melatari perbedaan. Boleh jadi umur mereka sama, sekelas atau satu divisi. Tapi kenapa skill mereka berbeda.
Sebenarnya banyak yang menganggap itu tergantung dari kerja keras anak didik/bawahan. Bisa jadi benar bisa jadi salah. Memang banyak anak/bawahan yang malas sehingga tertinggal disbanding teman-temannya. Tapi saya tidak akan membahas yang satu ini, karena hal ini diluar konteks pembicaraan saya. Dalam kondisi tertentu bisa saja anak didik/bawahan melakukan usaha yang sama, melakukan tugas mereka secara optimal. Tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh anak didikbawahan yan punya skill istimewa. Lalu apa factor yang mempengaruhi perbedaan itu?
Factor-faktor yang melatari perbedaan itu diantaranya;
a.       Setiap mereka mempunyai intelegensia dan IQ yang berbeda satu sama lain.
              Jangan kita menambah beban batin mereka dengan sikap menganak tirikan dan       mengesampingkan hak-hak mereka untuk dihargai sebagai anak didik/bawahan anda
b.      Setiap mereka punya background yang berbeda
Bisa saja si A adalah anak orang berada. Dia mengikuti berbagai macam kursus dan bimbel dengan biaya yang tidak sedikit. Beda dengan si B. Dia hanya anak didik dari kalangan menengah ke bawah, yang tentu saja orang tuanya tidak sempat memikirkan istilah kursus atau bimbel. Lha wong, buat makan sehari-hari saja mereka sudah syukur Alhamdulillah. Hasilnya? Bisa anda tebak sendiri. Tentunya di kelas mereka mempunyai kemampuan bagai langit dan bumi. Contoh lainnya, bisa saja si A punya pengalaman kerja yang lumayan. Jam terbangnya dalam bidang kerja dan organisasi atau dalam pengalaman divisi yang ia pegang sudah begitu matang sebelum ia masuk ke dalam divisi yang ia pegang sekaran ini. Beda dengan si B, --yang dengan anugerah Tuhan tentunya—baru pertama kali masuk ke dalam divisi perusahaan tersebut. Sebelumnya, si B Tak penah punya pengalaman kerja atau berorganisasi. Ia masuk ke dalam perusahaan tersebut karena satu factor diantara banyak factor-faktor pendukung lainnya. Walau pun si A dan si B satu divisi tentunya mereka punya skill yang sangat berbeda.
3.       Karena karakter yang berbeda
Sudah menjadi sunatullah, setiap oran itu punya karakter dan sifat yang berbeda. Dan ini bukan sebuah kecacatan.
Tapi pada kenyataannya, banyak anak didik/bawahan yang merasa dirugikan hanya gara-gara karakter mereka yang tidak sesui dengan guru/atasan mereka.
Sebutlah, seorang pendidik lebih cenderung komunikatif dan akrab dengan si A karena sifat si A yang periang, murah senyum, banyak bertanya dan apa adanya. Beda dengan si B yan cenderung pendiam dan tertutup. Jangankan menyapa, tersenyum pun jarang. Jangan sampai karena perbedaan karakter ini memerangkap kita pada sikap yang berbeda. Walau pun terkesan kaku dan kikuk, usahakan anda bersikap sama dengan si B.
Yang harus dicamkan,  para pendidik/atasan jangan sampai menyinggung-nyinggung atau mengejek karakter seseorang yang menjadi anak didik/bawahannya. Apalagi jika hal tersebut dilakukan di hadapan teman-temannya/atau rekannya satu divisi. Lebih parah lagi membanding-bandingkannya secara blak-blakan. Jangan sampai sikap kurang ajar itu anda lakukan. Jika sudah terlanjur, segeralah meminta maaf kepada anak didik/bawahan anda.
Saya menulis hal ini karena saya pernah menerima curhatan seorang teman sebagai korban bullying atasannya.
Teman tersebut bercerita bahwa atasannya sering meniru-niru gayanya  dalam bersikap dan berbiara–yang [maaf] agak kemayu—di hadapan teman-teman satu divisinya. Otomatis hal ini menjadi bahan tertawaan rekan-rekannya. Di lain kesempatan atasannya tersebut sering  membanding-bandinkan dia dengan rekannya yang lan yang menurut atasannya macho disbanding dia yang kemayu. Walaah….sampai keder teman saya. Dia hanya ngedumel dalam hati dan menyimpan kedongkolan di dalam hatinya. Endingnya, dia keluar dari divisi dimana dia bekerja.
The last I say, mari kita perbaiki diri kita sebagai pendidik/atasan. Kita harus menjadi teladan dan bukan menjadi musuh yang menjengkelkan bagi mereka [anak didik/bawahan kita]. Kita bukan menjadi sosok yang ditakuti tapi disegani dan dihormati

merugika
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment