Adalah sudah menjadi fitrah bahwa manusia itu punya obsesi. Setiap
orang punya keinginan dan harapan yang ingin ia capai dalam kehidupannya. Kita
memiliki setumpuk keinginan dan idealisme untuk mengubah hal-hal yang kita ingin ubah dalam perjalanan hidup kita.
Namun kadang banyak diantara kita yang ingin mengubah orientasi
yang salah tapi justru kitalah yang diam dan tertinggal dalam orientasi yang
salah tersebut. Kita yang berkoar-koar pada perubahan dan berusaha untuk
menjadi makelar kebaikan dan pembaharu sistem yang pincang. Tapi di sisi lain
kadang kita terjebak dalam kemandekan tersebut.
Maka yang terjadi
selanjutnya adalah kehambaran. Suara lantang kita tak lebih dari kicauan demi
kicauan yang tidak menggairahkan tapi justru memekakan. Orang-orang akan
menutup telinganya. Lari dari kita. Mereka tak akan pernah merasakan manfaat
dari kata-kata yang melucur dari mulut kita. Lha wong dia sendiri tak melakukannya,
begitu pikir mereka.
Baik,sebelum melangkah lebih lanjut, saya mau merekontruksi hal ini
dengan sebuah analogi. Jika seandainya kita mau atau ingin menngubah dunia
dengan satu warna atau katakanlah monowarna, dengan satu warna yang kita
inginkan. misalkan warna yang kita inginkan adalah warna biru,apakah kita akan mengecat dunia dengan
warna biru?
Akankah kita mengecat gedung-gedung, daun-daun, dan jalanan dengan
warna yang sama? Dan juga langit senja yang jingga juga akan kita cat dengan
siluet biru?
Itu tentu saja hal yang diluar nalar alias mustahil. Hanya orang
yang kurang akal yang akanmemikirkan hal semacam itu. Maka, satu hal yang
paling simple dan mudah untuk hal ini adalah memakai kacamata biru. Gedung-gedung,
jalan-jalan, bahkan di setiap pergantian musim akan bernuansa biru di mata
kita.
Atau kita ingin seluruh penjuru dunia ini semerbak harum? Tentunya kita tak mesti menyemprotkan
berbotol-botol parfum di setiap penjuru tempat yang kita mau. Berapa ratus
botol parfum yang harus kita habiskan. Berapa waktu dan tenaga yang harus kita buang secara percuma. Cukup kita oleskan
sedikit parfum di hidung kita. Maka kemana pun kita melangkah dan dimanapun
kita berada, kita akan membaui harum yang semerbak itu. Cukup mudah bukan?
Dari dua analogi tadi kita bisa mengambil satu benang merah yang
sangat urgent dan mendasar dari setiap
obsesi perubahan yang kita inginkan; ibda bi nafsika. Mulailah dari diri
sendiri!
Disinilah perlunya kesadaran personal dan kesadaran kita sebagai
makelar terhadap perubahan. Bukan hanya makelar perubahan bagi orang lain, tapi
juga agen perubahan untuk diri sendiri.
Kita harus memulai perubahan itu dari diri
kita sendiri sebelum berniat merubah orang lain.
Ibda binafsik bukan hanya sekedar pepesan kosong. tapi telah banyak
orang-orang yang melakukannya. Dan ternyata orang-orang yang mengamalkannya
adalah orang-orang besar dan agen perubahan dunia.
Setidaknya kita bisa mencontoh
salahsatu agen perubahan yang paling berpengaruh dan mempunyai pengikut
di seluruh penjuru dunia. Dengannya kita mengecap dan merasakan dampak dari
perubahan itu sendiri. Siapa lagi kalau bukan Rasulullah Shollallahu 'alaihi
wasallam . Darinya kita bisa belajar bagaimana dahsyatnya ibda binafsik itu.
Karena ibda binafsika itu adalah kepribadiannya sekaligus ajarannya. Bahkan ada
ayat tersendiri yang menyebutkan hal ini.
Allah berfiman dalam surah as-Shaf ayat 2-3.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan. (itu) sangatlah dibenci di sisi allah jika kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ayat yang sama juga bisa kita lihat di surah al Baqarah: 44
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,sedangkan
kamu melupakan dirimu sendiri., padalah kamu membaca kitab (taurat) tidakkah
kamu mengerti?”
Dalam ayat ini secara tidak langsung Allah menyidir orang-orang
yang tidak ibda bi nafsik. Dalam artian, kita sudah seharusnya beramar ma’ruf
terhadap manusia disamping kewajiban kita untuk menagamalkan apa yang kita
sampaikan tersebut. Maka memulai dari kesadaran terhadap diri sendiri adalah
sesuatu hal yang patut kita laksanakan. Bukankah ada pepatah bijak para ulama
yang mengatakan “ dakwah bil hal (dakwah dengan teladan tingkah laku) adalah
dakwah yang paling efektif dan sangat mengena.”
Walaupun begitu kita tidak memungkiri kewajiban dakwah bil lisan.
Karena Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat pun melaksanakan kedua hal
tersebut dalam menyebarkan panji-panji islam di muka bumi.
Yang menjadi permasalahannya, banyak diantara kita yang begitu
sering cuap-cuap tentang kebaikan dan memotivasi orang lain untuk bersegera
dalam beramal tapi tanpa sadar dia jarang melakukannya atau bahkan mungkin
tidak pernah sama sekali. Berkata-kata dengan bahasa yang indah hanya karena
ingin pujian semata. Berorasi di podium hanya untuk ketenaran belaka. Tanpa
pernah meresapi substansi dari apa yang disampaikannya.
Marilah kita tengok bagaimana Rasulullah bersikap dan berperilaku
dalam hal ini. Selain dakwah bil lisan dan selalu memantik motivasi, Rasulullah
juga tak pernah melupakan peranan dari dakwah bil hal atau tingkah laku.
Bagaimana pun juga prilaku akan sangat berkesan
dan bisa menjadi objek anutan dan contoh yang sangat efektif di
kehidupan bermasyarakat.
Jika Rasulullah menganjurkan shalat malam kepada sahabat-sahabatnya
dan pengikutnya, maka dialah yang paling rajin mengisi malam-malam sunyinya
dengan shalat qiyamullail. Rakaat- demi rakaat dia tegakan di hadapan Rabb-nya.
Dalam sebuah riwayat Aisyah mengatakan sampai-sampai kedua telapak
kaki Rasulullah bengkak saking lamanya menegakan kiyamul lail dalam sujud-sujud
nan panjang. Lalu Aisyah Radiyallahu anha berujar kepada Nabi shollallahu
'alaihi wasallam ”Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah mengampuni semua
dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Rasulullah menjawab, ”Tidakkah
aku menjadi seorang yang bersyukur?”
Jika Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam sebagai penganjur
sedekah maka dialah yang paling rajin mengulurkan tangannya untuk tabungan
akhirat dan bersegera untuk transaksi yang tak mengenal kerugian (baca; sedekah
dan mengeluarkan harta di jalan Allah). Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
tidak pernah merasa sayang mengeluarkan hartanya, bahkan Rasullulah Shollallahu
'alaihi wasallam sangat jauh dari kemewahan. Rasulullah menyukai kesederhanaan
dan kedermawanan. Selain kedua hal di atas, kita bisa menemukan ratusan contoh
dan riwayat sejenis yang membuat kita semakin kagum dengan kepribadian agung
Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam.
Maka tak heran konsep ibda bi nafsik Rasulullah menjadikannya
seorang revolusioner yang bergerak cepat menyertai pergerakan zaman. Ibda
binafsik itu tak ubahnya menjadi sebagai lokomotif yang mempercepat perubahan dan revolusi zaman.
Dengan waktu sepuluh tahun Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam mampu
membangun perubahan yang begitu besar di kota Madinah. Membangun di segala
bidang dan melindas peradaban sejenis pada masanya. Lihatlah di kitab-kitab
sejarah, betapa peradaban Romawi dan Persia mampu bertekuk lutut di bawah
kekuasaan Islam yang berjaya.
Tentu saja konsep ibda binafsika itu tidak berhenti hanya pada diri
Rasulullah saja. Tapi terus menular dan berkesinambungan kepada para sahabatnya
yang setia. Dan itu terus berestafet hingga masa tabi’in tabiut tabi’in sebagai
generasi pilihan. Sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas dalam hal
keteladanan mereka.
Sudah selayaknya, kita seagai umat muslim, yang mengaku sebagai
pengikut Rasulullah dan salafussalih mengikuti manhaj-jalan hidup- mereka.
Bukan hanya pintar berbicara di podium tapi juga sebagai sosok pembangun. Bukan
hanya pandai berkoar, tapi buktikan dengan keteladanan.
Jika tidak, maka apa yang kita katakan hanya jadi pepesan kosong
yang tak bernilai apa-apa. Lembaran-lembaran ceramah dan opini kita tak lebih
dari lengkingan di padang sahara nan sunyi. Tentu saja kita tak akan
mengharapkan hal itu terjadi.
Pada akhirnya, kita akan merasa sangat bahagia jika kita menjadi
agen perubahan. Kita mengajak orang lain untuk berubah dan kita sendiri menjadi
contoh perubahan itu sendiri. kita akan merasa puas dan damai karena menjadi
inspirasi bagi orang lain.
Akhirnya selamat berbahagia dan mulailah dari sekarang, mulailah
dari diri kita sendiri dan mulailah dari yang terkecil.
No comments:
Post a Comment