9 Apr 2018

Seyummu yang Menjelaskan


Andrew Nathan berjalan dengan tertatih-tatih. Kaki kanannya yang buntung berdenyut-denyut dan sakit luar biasa. Rahangnya mengeras setiap kali dia mengambil langkah dengan satu kruk yang menyangga tubuhnya. Ia berjalan dengan tanpa harapan. Apa lagi yang dia harapkan ketika satu kakinya hilang, sementara dia seorang tentara yang tidak seharusnya cacat. Mr. Sean Manion menawarinya untuk menempati posisi sebagai seorang instruktur yang duduk di belakang meja. Bah, dia tak akan membayangkan hal itu terjadi. Dia terlalu gengsi untuk hanya sekedar duduk di belakang meja dan menatap layar komputer atau berbicara seharian. Itu seperti menenggelamkan reputasinya selama ini sebagai tentara lapangan yang berprestasi. Jadi, Andrew lebih memilih keluar dari militer yang telah membesarkannya dan memulai hidup baru seorang diri. Ya, seorang diri. Atau mungkin dia akan mengambil Samantha dari rumah orang tuanya. Samantha adalah putri tunggalnya. Dia harus menjadi orang tua tunggal setelah istrinya meninggal dua tahun lalu karena kanker rahim.

Tentunya pekerjaanya sebagai seorang militer aktif memaksanya untuk menitipkan Samantha di rumah kedua orang tuanya di Portland. Jadi sekarang saatnya menghabiskan sisa hidup bersama gadis kecilnya dan hidup dari tunjangan pensiun. Tak lebih.

Jadi, hari itu juga Andrew menjemput putri kecilnya dan tentu saja Samantha tak ingin meninggalkan kakek dan neneknya. Tapi dia juga cukup senang ayahnya kembali. Ya, setidaknya senang bercampur sedih, karena ayahnya kehilangan satu kaki.

Andrew kembali ke kondominium miliknya di Monterey. Dengan rasa putus asa dan kesunyian yang kini menghinggapinya. Andrew selalu berharap bahwa rasa frustasi itu akan hilang seiring berjalannya waktu. Tapi dia kurang yakin. Dia akan selalu menyesali satu kakinya yang telah teramputasi dan menyesali takdir hidupnya. Oleh karena itulah, Andrew selalu menyimpan dendam terhadap ‘teroris’.

Masih ingat dalam benaknya, bagaimana ranjau itu telah mengoyak separuh kakinya. Ranjau yang dipasang oleh orang-orang Taliban di padang rumput kering yang dia lalui bersama satu peleton pasukannya. Bodoh! Sungguh bodoh ketika tentara Amerika yang dikenal super canggih tidak bisa mendeteksi renjau di sekitar mereka. Ya, dia merasa bodoh, dan kebodohan itulah yang membuatnya harus kehilangan anggota tubuhnya. Selain menyumpah dirinya, dia juga menyumpah taliban, orang-orang islam, dan siapa pun itu yang seperti Taliban. Baginya, Talibanlah biang kerok dari segala ketidak beresan hidupnya.

***
Andrew terkejut ketika untuk pertama kalinya dia menyadari bahwa tetangganya yang baik, Nyonya Kelly Young telah pindah dari Kondominiumnya. Kondominium Nyonya Kelly berhadap-hadapan dengan Kondominiumnya. Wanita paruh baya itu sangat baik, bahkan wanita itulah yang setia menunggui istrinya ketika harus dirawat di rumah sakit. Sementara dia sebagai suaminya, harus pergi ke seberang pulau dengan jarak ratusan mil.

Dan yang paling mengejutkan bagi Andrew adalah, ketika untuk pertama kalinya ia melihat keluarga arab menghuni kondominium bekas Nyonya Kelly tinggal. Keluarga itu mungkin dari Timur tengah jika dilihat dari wajah mereka. Ada seorang lelaki paruh baya berjenggot lebat -persis seperti para anggota Taliban yang sering Andrew lihat di Pakistan- di rumah tersebut. Kemudian ada seorang wanita –istri dari lelaki berjenggot lebat- yang memakai burqa hitam. Selain mereka, ada dua anak perempuan, hanya saja mereka tidak memakai burqa. Yang satu sudah dewasa dan mungkin berusia 25 tahun, dan yang satu masih berusia belasan tahun. Mereka berdua pasti anak dari kedua orang tua paruh baya tersebut.

Andrew pikir, dia tak mungkin bertetangga dengan keluarga teroris. Kedua kakinya buntung karena orang-orang muslim, dan sekarang dia kembali pulang harus berhadapan dengan keluarga ‘teroris.’ Oh tuhan, bagaimana ini bisa terjadi.

***
Siang itu Andrew terkejut ketika mendapati anaknya Samantha berbincang-bincang dengan salah satu dari mereka. Ia melihat gadis berkerudung biru itu tengah bercanda dengan gadis kecilnya. Bagaimana mungkin gadis kecilnya akrab dengan anggota keluarga teroris itu?


Tanpa menunggu lama lagi, Andrew melongokan kepalanya dari jendela dan  memanggil Samantha dengan teriakan yang cukup keras, “Samantha! Kemari!”

Samantha tanpak menoleh dan berbicara kembali dengan gadis itu. Tapi gadis itu menyuruhnya untuk menemuinya. Samar-samar dia mendengar gadis itu berkata, “Samantha, dad memanggilmu. Nanti kita bisa bercerita lagi ya.”

Dan Samantha pun berlari menemuinya dengan senyum yang lebar.

Andrew tidak suka anaknya akrab dengan sembarang orang. Lagipula mereka bukan tetangga biasa dan mendapatkan pengecualian dari keramah tamahan sebagaimana tetangga biasa, setidaknya itu yang sekarang Andrew asumsikan. Tapi dia yakin dengan asumsinya.

“Jadi, kau tidak boleh terlalu dekat dengan mereka, oke?”

“Kenapa?” tanya Samantha dengan mimik yang penuh tanya.

“Pokoknya tidak boleh. Mereka itu orang-orang jahat. Kau lihat lututku? Orang-orang sepeti merekalah yang membuat Dad cacat seumur hidup, oke.”

Samantha terdiam.

“Kau paham?”

Samantha mengangguk. Tapi anggukannya lemah, yang berarti itu menandakan dia kurang setuju. Tapi Samantha pada akhirnya berkata kepada Andrew, “Tapi Aber sangat baik. Dia suka mendongeng. Kemarin dia mendongengkan kisah seribu satu malam kepadaku, Dad.”

Oh, jadi namanya Aber, salah satu anak dari keluarga teroris itu, pikir Andrew. Dia tak akan membiarkan anaknya akrab dengan mereka sebelum hal buruk terjadi.

“Aber juga suka memberiku cokelat. dia bilang, setiap melihatku, dia ingat keponakannya di Irak.”

Andrew tak bisa bicara apa-apa. Tapi pada akhirnya dia masih menginginkan anaknya menjauh dari mereka. “Mereka bersikap manis sebagai topeng Samantha. Tapi mereka sebenarnya membenci kita.”

“Topeng?”

“Ya, mereka berpura-pura.” Jelas Andrew. Dia sadar anaknya tak paham dengan kiasan. Dia tersenyum sinis, bagaimana mungkin dia berbicara dengan anak kecil layaknya berbicara dengan orang dewasa. “Jadi, kau tidak perlu berkunjung ke rumahnya.”

***

Andrew bangun dari tempat tidur ketika selarik cahaya matahari menimpa kelopak matanya. Dia memicingkan matanya dan rasa pening membuatnya ingin terus menempel di bantal. Semalam dia telah menghabiskan tiga botol vodka. Dan itu cukup membuatnya teler dan tertidur hingga sesiang ini.

Tapi mau tak mau Andrew harus bangun dari tempat tidur karena dia harus menyiapkan sarapan untuk Samantha. Sarapan? Lebih tepatnya makan siang. Karena Samantha sudah seharusnya sarapan pada pukul delapan pagi. Andrew merasa dia menjadi ayah terburuk yang ada di dunia.

Andrew bangkit seperti zombie yang bangun dari kuburnya. Ia sempoyongan menyusuri ruang tengah dan memanggil Samantha. Namun tak ada jawaban. Rasa khawatir mulai meremas hatinya. Dia beranjak ke luar dan mencoba memanggil Samantha. Dia kini yakin samantha tidak ada di sekitar rumah.

Atau mungkin anak itu kembali ke rumah tetangga? Bukankah dia sudah bilang bahwa tak ada lagi acara bermain ke rumah tetangga. Tapi karena dicekam rasa khawatir, Andrew memutuskan untuk memastikan bahwa anak itu ada di rumah tetangganya itu. Jika tidak ada di sana, maka dia harus mencarinya.

Dengan berjalan tertatih-tatih, Andrew menghampiri kondominium milik keluarga ‘teroris’ itu dan mengetuk pintu.

Tak berapa lama, pintu terbuka dan seorang gadis yang biasa mengajak Samantha bermain ngobrol berdiri di sana. “Hai, ada yang bisa aku bantu?”

“Kau melihat Samantha?” tanya Andrew dengan nada malas. Dia sebenarnya terpaksa bertaya kepada mereka hanya untuk memastikan dimana anaknya berada.

“Tadi pagi dia ikut sarapan di sini. Dan setelah itu kupikir dia kembali ke rumahmu.” Jawab gadis itu dengan nada ramah.

Oh tuhan, jadi Samantha sarapan di rumah ini. Andrew jadi malu dan merutuk dirinya sendiri. Seharusnya dia menyiapkan sarapan untuk anaknya. Dia tak berhak menyalahkan anaknya jika memang anak itu selalu betah berinteraksi dengan tetangga barunya.

“Apakah dia tidak ada di rumah?” tanya gadis itu.

Andrew mengangguk dengan perasaan yang tak menentu. Oh tuhan, dia baru ingat sesuatu sekarang. Dia berpikir bahwa bisa jadi Samantha pergi ke garis pantai. Dia ingat bahwa kemarin dia mengajak gadis kecilnya itu jalan-jalan dan Samantha mengatakan bahwa besok dia ingin berenang.

Andrew menjadi frustasi dan dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Apakah dia akan berlari menuju pantai dengan satu kaki? Apakah dia akan menyusuri semua garis pantai itu?

“Kira-kira kemana dia pergi?” lagi-lagi gadis itu bertanya.

“Mungkin ke arah pantai.” Jawab Andrew dengan mimik khawatir.

“Kalau begitu kau harus mencarinya. Terlalu bahaya jika dia bermain di sana seorang diri.” Seru gadis itu. Dia kembali ke dalam dan beberapa detik kemudian muncul dengan sebuah kunci mobil di tangan. “Kita harus mencarinya.” Pungkasnya. Tanpa menunggu waktu lagi dia beranjak menuju halaman dan menghidupkan mobilnya. Sementara Andrew terlongo dan mau tak mau mengikuti gadis itu.


***
(Bersambung...)
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

1 comment:

  1. Ayo bergabung sekarang juga bersama kami di Fans^^betting ^_^

    ReplyDelete