Ok, mari kita mulai filosofinya.
Jika kita menyeduh kopi, kemudian kopi terlalu pahit, siapa yang salah? Gula yang salah hingga rasa kopi jadi pahit.
“ah! Gulanya kurang!”begitu biasanya orang berkomentar.
Oke, kemudian jika kopi terlalu manis, siapa yang disalahkan? Gula lagi! Karena terlalu banyak sehingga kopi kemanisan.
“ah! Gulanya kebanyakan!”komentar orang.
Tapi, jika takaran gula dan kopi balance, siapa yang dipuji? Jelas kopi dong, bukan gula.
“hmmm, kopinya mantabb.” Nggak ada yang bilang, “mmm…gulanya mantapp.”
Kemana gula yang mempunyai andil membuat rasa kopi menjadi mantab ?
Ok, dari ilustrasi di atas kita bisa mendapat satu pelajaran yang berharga;
Mari ikhlas seperti gula yang larut tak terlihat tetapi sangat bermakna. Gula pasir memberi rasa manis pada kopi tapi orang menyebutnya kopi manis, bukan kopi gula.
Gula pasir memberi rasa manis pada the, tapi orang menyebutnya teh manis, bukan teh gula. Orang juga menyebut roti manis, bukan roti gula. Orang menyebutnya sirup pandan, sirup apel, sirup jambu, padahal bahan dasarnya gula. Tetapi gula tetap ikhlas larut memberi rasa manis.
Akan tetapi bila berhubungan dengan penyakit, barulah gula yang disebut. PENYAKIT GULA!.
Begitulah hidup, kadang kebaikan yang kita tanam tak pernah disebut orang, tapi kesalahan malah dibesar-besarkan.
Ikhlaslah seperti gula
Larutlah seperti gula
Tetap semangat memberi kebaikan
Tetap semangat menyebar kebaikan
“Karena kebaikan tidak untuk disebut, namun untuk dirasakan”
Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin besok dilupakan orang. Tetap berbuat baik, karena kebaikan kita tidak akan pernah tersia-siakan selama kita ikhlas.
No comments:
Post a Comment